MENAKLUKKAN BU RATIH DENGAN ASUS ZENBOOK FLIP S UX371

 



Aku menyesap capucino yang baru saja di antar ke mejaku.  Masih terlalu panas.  Aku pertemukan lagi cangkir dengan alasnya. Tanganku sedikit gemetar, untung saja cangkir itu mendarat dengan mulus. Rasa gugup tak mampu kuhindari. Berulang kali aku menarik napas dan membuang udara melalui mulut yang kubentuk menjadi bulatan kecil. Sepuluh menit lagi menuju janji temu super penting, yang mungkin akan mengubah takdirku.

Bukan, aku bukan mau bertemu calon jodoh dan orang tuanya. Pertemuan ini berawal dari lamunanku. Setahun ke belakang, aku banyak merenung. Sebagai orang yang berkecimpung di dunia kreatif, masa pandemi sangat terasa pengaruhnya. Aku adalah seorang penulis buku. Masa pandemi membuat industri buku menjadi lesu. Boro-boro ada order dari penerbit, buku yang masih nangkring di toko buku pun nasibnya belum jelas. Editorku bilang, selama pandemi ini penjualan buku merosot sampai 80%. Editor di penerbit lain meminta maaf karena pembayaran royalti terpaksa ditangguhkan. Oleh karena itu, otak harus bekerja keras, memikirkan peluang lain yang bisa membuat dapurku tetap mengepulkan asap.

Sempat terlintas niat untuk berjualan online. Tetapi, aku bukan orang yang pintar berjualan. Promosi buku sendiri aja, kalau nggak didorong dan difasilitasi penerbit, jarang juga aku lakukan. Mengajar kelas online? Hmm, walau ada beberapa permintaan, tapi ya gitu deh, masih maju mundur. Aku merasa ilmu menulisku masih standar-standar aja. Sudah banyak kelas menulis online, dan aku belum punya sesuatu yang baru untuk diajarkan.

Sampai akhirnya, aku bertemu dengan satu sosok yang menginspirasiku di satu grup kepenulisan. Sebagai seorang penulis, beliau nggak hanya berfokus pada penulisan buku aja. Dari sharing-sharingnya, wawasanku jadi melebar. Penulis nggak harus selalu menulis buku, ada beberapa bidang lain yang bisa dirambah. Misalnya, ghost writing, blogging (ini sih sudah kulakukan sejak beberapa tahun lalu), translator, content writer, menulis script untuk content creator, menulis script untuk film animasi pendek, menulis di platform online, menulis content company profile. 

Mengacu pada pengetahuan itu, aku mengubah resolusiku, yang tadinya ingin lebih produktif menulis buku, menjadi lebih produktif menulis di platform apa pun. Aku segera membuat mapping gagasan-gagasan baru yang menjadi ide dasar untuk rencana kerjaku tahun ini.  Ide yang terakhir tadi membuatku tertarik. Kebetulan di grup alumni sekolah, seorang teman bilang sedang memerlukan orang yang bisa membuat company profile untuk bosnya, yang sedang merintis usaha baru. Sebuah fintech yang memberikan pinjaman modal khusus untuk perempuan-perempuan dari golongan masyarakat miskin yang ingin membuka usaha mandiri. Dari idenya aja aku sudah merasa salut, dan tentu tertarik untuk “membantu” Bu Ratih, begitulah nama si Bos.

Langsung aja aku mengajukan diri. Diskusi pun beralih ke chat pribadi. Setelah beberapa kali diskusi dan riset, aku diminta membuat dummy company profile itu. Seminggu kemudian barulah aku mendapat respons. Tami, temanku itu, bilang kalau bosnya ingin bertemu dan berdiskusi langsung. Baik…

Dan di sinilah aku sekarang. Duduk menyesap capucino yang legit, di sebuah coffee shop. Lokasinya yang terletak di hotel bintang lima di kawasan Jakarta Pusat ini, sudah menunjukkan kelas dengan siapa aku akan berhadapan nanti. Debur jantung semakin membuat sesak. Rasanya jantungku melonjak-lonjak sampak ke pangkal leher. Gugup, gelisah, berkeringat dingin, tercekik. Duh, aku nggak boleh panik. Aku merapal doa memohon ketenangan.

Seorang waiter tampak sigap menyambut kedatangan seorang perempuan.  Perempuan itu mengangguk. Aku tak melihatnya tersenyum. Ia melenggang dengan gerakan yang enak dilihat, langsung menuju ke arahku. Ya, ke arahku. Karena hanya ada aku di coffee shop itu. Bu Ratih...

Walau aku telah mendapat sedikit gambaran tentang Bu Ratih dari Tami, tak urung melihatnya secara nyata membuatku kembali merasa sedikit gelisah. Sosok Bu Ratih tidak terlalu tinggi, tapi nggak bisa dibilang pendek juga. Pilihan outfitnya sederhana, namun kelihatan jelas kelasnya. Jilbab warna cokelat susu yang menjadi ciri khasnya, menutup kepala sampai ke leher.  Aku tahu, karena sudah beberapa kali aku melihat fotonya di berbagai media yang memuat profilnya. Buru-buru aku berdiri untuk menyambutnya. Kupasang senyum termanis yang telah kulatih selama berhari-hari sebelum pertemuan ini.

Kami bertatapan sejenak. Bu Ratih melepas masker sambil duduk. Ia tidak membalas senyumku, tetapi anehnya aku tidak merasa terintimidasi. Raut wajahnya tegas tetapi nggak berkesan jutek. Ia memesan chamomile tea dan satu slice lemon cake. Kemudian tanpa membuang waktu dengan basa-basi, ia langsung melancarkan beberapa pertanyaan padaku. Aku maklum, di mana-mana klien ingin memastikan kalau calon vendornya cukup kredibel.  Aku menjawab setiap pertanyaannya dengan jujur, sambil berusaha menyembunyikan kegugupanku. Dari pengamatanku, Bu Ratih cukup puas dengan jawaban-jawaban yang kuberikan. Bu Ratih melirik “senjata” yang kubawa. Ia mengangguk puas sambil mengangkat cangkir tehnya dan menyesap isinya perlahan.

Diam-diam aku mengembus napas lega. Tak sia-sia aku membawa ASUS ZenBook Flip S tipe terbaru, yang bulan lalu baru diluncurkan. Aku memilih tipe UX371, karena desainnya yang elegan dan bobotnya yang ringan, jadi mudah untuk dibawa-bawa, selain itu laptop ini juga bisa difungsikan seperti tablet. Makanya, sengaja aku letakkan dengan posisi sedemikian rupa, agar langsung terlihat oleh Bu Ratih.


ASUS ZenBook Flip S (UX371) didesain sebagai perangkat yang ramping dan ringkas. Dengan ketebalan 13.9 mm dan berat hanya 1,2 Kg, laptop ini sangat nyaman dibawa untuk kegiatan luar. Warna Jade Black dengan paduan list berwarna Red Cooper membuat penampilan laptop ini lebih elegan dan mewah.  Slim and sophisticated memang cocok menjadi jargon laptop modern ini.

Aku pernah mendengar cerita di satu seminar kewirausahaan. Ceritanya begini, ada seorang pengusaha percetakan yang ingin menawarkan jasanya pada sebuah kantor. Saat pertama kali datang ke kantor itu ia mengendarai mobil pick up tua yang sudah usang. Pengusaha itu nggak berhasil masuk ke dalam karena dicegat oleh satpam. Beberapa waktu kemudian, ia datang lagi ke perusahaan itu, masih mengendarai mobil yang sama, dan ditolak lagi. Seorang temannya memberi saran, supaya ia mengganti mobilnya. Pengusaha itu menurut. Ia meminjam mobil temannya yang lebih bagus modelnya dan kinclong, kemudian pergi ke kantor itu lagi. Dan hasilnya, ia berhasil melewati satpam dengan mulus. Tanpa banyak pertanyaan ia dipersilakan masuk. Begitulah, kesan pertama sangat penting untuk membuka kesempatan selanjutnya.


PRESENTASI

Bu Ratih orang yang to the point. Ia langsung memintaku menunjukkan dummy company profile yang dipesannya. Dengan sigap aku meraih laptop andalanku. Untung aku membawa senjata andalan anti lemot, sebab laptop baruku ini walau sosoknya langsing tapi bertenaga besar. Senang rasanya bisa memiliki laptop yang didukung komponen berperforma mumpuni seperti prosesor Intel Core i7 dari generasi kesebelas terbaru, grafis Inter Iris Xe, dan RAM 16 GB.  Laptop aku larinya seperti Usain Bolt.  Kapasitas storage juga berperan besar dalam mendukung performa, dan laptopku yang kece ini dilengkapi oleh high-speed SSD yang berkapasitas besar pula sebesar 1 TB. Menyalakan laptop ini hanya butuh waktu beberapa detik aja. Calon klien juga terhindar dari emosi gara-gara loading yang tak kunjung selesai.


Komputer masa kini memiliki tampilan berbeda karena mereka memang berbeda. Dengan solid-state drive (SSD) dan teknologi terkini, Anda mendapatkan kecepatan, keamanan, ketahanan, dan desain yang cantik. Kami telah melakukan jajak pendapat, dan hasilnya, orang-orang lebih senang saat bepergian dengan PC modern.

Setelah file terbuka, tanpa ragu aku melipat laptop membentuk siku. Tampak ada perubahan di raut wajah Bu Ratih, mungkin ia sedikit terkejut. Aku menjelaskan sedikit kalau laptopku itu bisa diubah menjadi tablet. Sengaja kuselipkan canda kalau laptopku seperti shampo 2 in 1. Sudut bibirnya naik sedikit. Lumayan. Ia merespons candaku walau sesederhana itu. Aku menghadapkan layar pada Bu Ratih, dan setelah meminta izin untuk duduk di sebelahnya, aku memulai presentasi. Aku nggak butuh keyboard atau mouse untuk mengendalikan layar, karena laptop ini berfungsi juga sebagai tablet, tentu layarnya pun sudah menggunakan teknologi touchscreen.

Aku menerangkan aplikasi yang digunakan untuk mendesain tampilan company profile, latar belakang model desain yang dipakai, palet warna, gaya bahasa yang digunakan, dan lain-lain. Aku berusaha menerangkan sedetail mungkin kepada Bu Ratih. Sebab, menurut bocoran dari Tami, Bu Ratih ini orangnya detail dan teliti.

Sepanjang presentasi, sesekali aku mencuri pandang, ingin melihat responsnya pada hasil pekerjaannku. Raut wajahnya tenang dan tampak fokus. Ia tak memberikan respons verbal, tetapi tampak beberapa kali kepalanya manggut. Aku cukup percaya diri karena tampilan desain di layar nggak mengecewakan. Salah satu alasan mengapa aku memilih laptop ASUS ZenBook Flip S (UX371) ini karena warna tetap tampil maksimal walau dalam brightness mode yang rendah. Presentasi tadi menghabiskan waktu hampir dua jam, dan mataku tak merasa lelah. Aku yakin Bu Ratih juga begitu. Dari sikapnya yang tak berubah, ia menunjukkan rasa nyaman.


Layar ASUS ZenBook Flip S (UX371) menggunakan teknologi OLED 4K HD, sehingga menghasilkan resolusi gambar yang tinggi dan tampilan warna yang seakurat mungkin. Selain itu, layar laptop ini telah memiliki sertifikat yang menjamin bebas dari gelombang biru dan efek flickering yang bisa mengganggu kesehatan mata.

Aku mengakhiri presentasi dengan penuh syukur. Kagum pada ketenanganku sendiri, padahal sebelum Bu Ratih datang jantungku seperti mau berontak keluar dari rongganya.  Aku melirik Bu Ratih, sebelum permisi kembali ke tempat duduk semula. Bu Ratih menyesap tehnya dengan sikap anggun yang sungguh ingin kutiru, tapi yakin aku nggak akan bisa *ngakak dalam hati*. Bu Ratih berdehem. Dadaku kembali berdebar. Bukan karena jatuh cinta, tapi degdegan mendengar umpan baliknya atas pekerjaanku. Aku bersiap menyimak. Here we go.

Ia ingin ada sedikit revisi. Ini dia. Kalau klien bilang sedikit, jangan langsung percaya. Kenyataan bakal jauh dari yang diharapkan. Oke. Tidak apa-apa, ini sudah menjadi risiko pekerjaan. Bu Ratih bertanya bagaimana mekanisme revisi yang efektif dan bertanya apakah aku membawa hard copy dokumen supaya ia bisa langsung memberikan koreksi. Aku bilang nggak perlu menggunakan hard copy, ada cara lain untuk merevisi dengan lebih efektif.


DISKUSI

Inilah saatnya aku mengeluarkan senjata andalan kedua. Mari kita buktikan kesaktian ASUS pen. Salah satu keuntungan membeli ASUS ZenBook Flip S (UX371) ini, device sudah compatible dengan stylus khusus yang memiliki 4096 pressure level dengan dukungan Windows Ink, dan asyiknya lagi, aksesoris kreatif ini sudah termasuk ke dalam pembelian, satu paket gitu lho.


PC modern juga dilengkapi dengan pena digital yang memiliki banyak manfaat. Sentuhan khas tercipta saat Anda membuat sketsa atau coretan pada dokumen dengan pena digital. Penelitian juga menemukan adanya peningkatan kinerja hingga 38% pada pelajar ketika mereka menggunakan pena digital untuk mengerjakan soal-soal sains. Tidak semua ide berupa kalimat, kini saatnya untuk tuangkan inspirasi segera dalam sketsa atau coretan pena digital di PC modern.

Aku mengubah posisi laptop menjadi tablet, kemudian memberikan ASUS pen pada Bu Ratih dan menerangkan cara kerjanya. Kenapa aku memberikan ASUS pen itu, supaya Bu Ratih bisa langsung mencoret-coret file dummy secara langsung. Lebih hemat waktu dan hemat kertas. Bahannya yang terbuat dari alumunium tipis terasa ringan seperti bolpoin biasa.

Benar apa yang dikatakan Tami, Bu Ratih orangnya teliti. Kami membahas dummy company profile itu mulai dari halaman cover sampai ke halama isi satu per satu. Jika ada yang ingin ditambahkan atau diubah, Bu Ratih langsung menulisnya di halaman bersangkutan. Aku memonitor dari ponselku. Tentu saja ini kemudahan lain yang kudapatkan dari laptop canggih ini, meremote file yang ada di dalam laptop. Tak memakan waktu lama kami sudah terlibat diskusi yang asyik. Walau detail dan tegas, Bu Ratih bukan tipe bos yang kaku. Dengan terbuka ia mau menerima pendapatku.  

Bu Ratih juga meminta contoh-contoh desain yang lain. Aku memperlihatkan referensi desain-desain  untuk perbandingan melalui website-website template desain yang bagus. Lagi-lagi laptop ini sangat memudahkan pekerjaanku, aku bisa mengakses koneksi internet dengan mulus.  Laptop ASUS ZenBook Flip S (UX371) sudah dilengkapi dengan WiFi 6.  Keunggulannya, saat membutuhkan koneksi ke WiFi dia bisa dengan cepat mendeteksi router yang tercepat koneksinya.  

Rasanya cukup lama juga kami berdiskusi.  Aku memaklumi ketelitian Bu Ratih.  Aku menganggapnya sebagai bimbingan gratis, karena ini kali pertama aku terjun ke bidang ini.  Ternyata kenekatanku mendatangkan rezeki yang lain, bertemu mentor bisnis yang mumpuni.  Durasi diskusi yang cukup lama, tentu akan meresahkan kalau pakai laptop jadulku.  Aku bakal gelisah melihat level batere laptop yang mendekati sekarat.  Sekarang beda lagi, aku nggak perlu galau dengan durasi diskusi yang memakan waktu berjam-jam, nggak ada lagi kekhawatiran laptop habis daya di tengah-tengah diskusi.  ASUS ZenBook Flip S (UX371) ini dibekali batere yang bisa bertahan sampai 11 jam.

Aku bisa menaksir, pekerjaanku sudah memenuhi keinginan Bu Ratih sebesar 85%, rasanya perubahan 15% dari draft nggak bakal mengurangi poin kredibilitasku sebagai calon vendor. Di akhir diskusi, raut wajahnya tampak puas saat menyesap kembali chamomile tea.


HASIL AKHIR

Bu Ratih memintaku mengirim file hasil revisi ke emailnya dan email asistennya. Ia juga meminta aku menyimpan file asli dan file yang sudah direvisi ke dalam flash disk. Nggak masalah, karena laptopku dilengkapi dua port USB Type C yang dapat digunakan untuk mentransfer data dengan kekuatan Thunderbolt 4, proses transfer data selesai dalam satu kedipan mata. Port USB Type C ini juga bisa dipakai untuk charging laptop, aku yang pelupa sering lupa memeriksa level batere dan payahnya lupa juga membawa adaptornya, tapi sekarang nggak perlu cemas lagi, laptop keren ini bisa dicharge menggunakan power bank. Lumayan lah buat nyambung nyawa sesetrip dua setrip. Selain itu, masih ada dua port lainnya, yaitu port HDMI dan port USB Type A.


Bu Ratih mencuil lemon sifon cakenya dengan garpu kecil dari perak berukiran antik. Ia tampak santai. Aku mencoba mengorek kesan perempuan keren itu terhadap kinerjaku. Ia menjawab pertanyaanku dengan anggukan, dan dengan tegas menyatakan setuju untuk menggunakan jasaku untuk proyek company profilenya.

Tentu saja aku bahagia. Aku mencoba beramah tamah dengan Bu Ratih, supaya hubungan kerja kami semakin lentur. Ternyata, Bu Ratih ramah dan senang mengobrol. Ia antusias sekali saat aku bertanya lebih dalam lagi tentang bidang usaha yang sedang dirintisnya. Alasan ia mendirikan perusahaan fintech spesial ini, karena ingin lebih banyak lagi kaum perempuan marjinal yang bisa mandiri dari sisi ekonomi. Namun, kendala yang paling besar bagi mereka adalah permodalan, daripada mereka jatuh ke tangan rentenir, ia membuat wadah bantuan modal yang terpercaya dan aman untuk mereka. Begitu katanya. Diam-diam aku ingin meniru Bu Ratih, tentu di bidang yang sesuai dengan keahlianku, melakukan sesuatu semacam woman support woman.  Aku juga ingin mempraktikkan moto yang diucapkan Bu Ratih, yaitu "Bekerja Selaras Ibadah".  Fix, sekarang Bu Ratih bakal menjadi role modelku.

Tapi ada yang aneh. Mengapa suara Bu Ratih semakin lama semakin terdengar jauh dan samar, sebelum akhirnya hilang dari jangkauan pendengaranku.

“Hey!”

Sebuah teriakan diikuti tepukan keras di bahu mengagetkanku. Aku mendongak. Segera kupasang wajah jutek begitu melihat cengiran di wajah Tami. Huh, dari tadi ditunggu, baru datang sekarang.

“Jangan tidur dong,” tegur Tami.

“Abis kamu lama,” sergahku.

“Untung baru ketemu aku, coba kalau Bu Ratih yang datang pas kamu lagi terkantuk-kantuk seperti tadi.” Tami tertawa geli melihat wajahku yang nggak bisa berbohong. Aku memang mengantuk. Buru-buru aku raih cangkir capucinoku. Masih ada sisa untuk tegukan terakhir.

“Gimana? Bu Ratih acc-kan dengan dummy yang aku kirim minggu lalu?”

Tami mengangguk. “Ia, dia oke. Dia juga setuju ngasih uang muka buat kamu.”

Mataku membulat. “Wow! Thanks Tami, aku bisa beli laptop baru dong.”

“Iya, memang harusnya begitu, supaya nanti waktu presentasi kamu nggak malu-maluin, bawa laptop buluk itu," ujar Tami sambil menunjuk laptop yang tergeletak di meja dengan dagunya. Sebetulnya laptopku nggak jadul-jadul amat, tapi bukan dari generasi termuda juga.

Aku tersenyum kecil menanggapi candaan Tami. Sederet angka yang bakal mampir di rekeningku tergambar jelas di dalam benak. Dan yang pasti, aku jadi membeli ASUS ZenBook Flip S (UX371) impianku. Dengan modal senjata yang mumpuni, aku yakin bisa menaklukkan Bu Ratih di sesi presentasi nanti. Aku optimis mendapat anggukan dan raut wajah puas Bu Ratih seperti dalam khayalanku tadi.


Fighting!







2 Comments

  1. Terima kasih ya kak sudah ikut berpartisipasi dalam ASUS Blogging Competition bersama deddyhuang.com

    Good luck!

    BalasHapus