PEJUANG GREEN JOBS: FUN FEARLESS FEMALE DARI PERKEBUNAN MENTE WAIBAO



Pernah dengar East Bali Cashew? Ini nama brand snack berbahan kacang mente, yang diolah menjadi berbagai varian. Camilan yang gurih tapi sehat. Kok mente? Bukannya mete ya? Oh, di daerah asalnya cashew itu disebut mente bukan mete.

Uniknya, perusahaan makanan ini mengembangkan perkebunan mente sendiri untuk mensuplai bahan bakunya. Untuk itu, PT East Bali Cashew mendirikan PT Tigate Trees sebagai perusahaan pengelola perkebunan. Setelah sukses mengembangkan usaha bersama masyarakat lokal di Desa Ban, Bali Timur, PT Tigate Trees melebarkan sayapnya mencari lahan baru. Ekspansi pertama ini, memilih Desa Waibao di Kecamatan Tanjung Bunga, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur.

Desa Waibao, Kecamatan Tanjung Bunga, Flores Timur NTT dipilih karena banyak memiliki lahan tidur yang tidak produktif, memiliki kecocokan iklim dan kondisi tanah yang bagus untuk lahan tumbuh pohon mente. (Sumber foto: Lala Nadhira)

Biasanya, pemegang tanggung jawab pengelolaan perkebunan itu seorang laki-laki.  Mungkin karena perkebunan dianggap sebagai pekerjaan lapangan yang keras.  Tetapi tidak dengan Tigate Trees di wilayah Flores Timur ini.  Founder dan pimpinan mempercayakan pengelolaan dengan tanggung jawab penuh kepada seorang perempuan tangguh bernama Lala Nadhira.  Dia adalah Project Manager PT Tigate Trees untuk wilayah Flores Timur.  

Gimana ceritanya perempuan yang terbiasa dengan kehidupan metropolitan, bisa terjun ke bidang agriculture, di tempat terpencil pula.  Simak ceritanya ya.


FUN

Lala resmi bekerja di Tigate Trees Waibao, Flores Timur, sejak bulan Desember 2018.  Menurut pengakuannya, dia nggak sengaja melamar pekerjaan di sana. Awalnya, dia diminta bantuan oleh temannya untuk konsultasi People Operation/HR di East Bali Cashew.  Ternyata pihak perusahaan melihat potensinya yang besar, kemudian dia ditawari posisi sebagai Project Manager. Lala yang menyukai tantangan menerima tawaran itu.

Motivasi atas keputusannya.

Pertama, Lala mengaku tertarik setelah mengetahui misi dan visi founder perusahaan, yang menurutnya nggak neko-neko. Mereka punya tujuan yang baik, nggak banyak birokrasi, dan pencitraan *haha*.

Kedua, passionnya adalah mengembangkan perusahaan rintisan (start up). Jadi, dia itu tipe orang yang senang mengulik masalah (bukan cari masalah ya), kemudian menyusun sistem kerjanya supaya masalah itu tidak berulang. Sulung dari empat bersaudara ini, lebih merasa tertantang dengan kondisi pekerjaan seperti itu. Dibanding bekerja di perusahaan konvensional yang sistemnya sudah rapi dan tinggal mengikuti saja.  Sistem kerja yang kaku nggak cocok untuknya.

Ketiga, dia senang jika hasil pekerjaannya dapat terasa dan terlihat secara langsung. Dia bilang, rasa lelahnya jadi nggak sia-sia, malah ada tambahan rasa bangga, dan puas pada pekerjaan. 

Kendala yang dihadapi di awal kepindahannya ke Waibao.

Yang pasti sih kesepian katanya. Ya jelas aja, Waibao itu tempatnya terpencil banget. Dia juga belum punya teman yang bisa diajak ngobrol. Tapi, Lala anaknya kan gampang mingle gitu dengan berbagai kalangan dan usia, jadi perasaan seperti itu nggak lama.

Lala itu anaknya ceria dan kocak.  Dia juga supel dan gampang berbaur dengan segala kalangan.  Dia pintar mengambil hati mama-mama, jadi mama-mama itu mudah jatuh hati padanya. (sumber foto: Lala Nadhira)


Flores Timur itu seperti potongan surga. Pantai dan gunung di sana, kabarnya nggak ada yang nggak indah. Instagramable semua. Kalau “orang kota” butuh waktu berbulan-bulan bikin rencana traveling ke sana, Lala and the gank mah tinggal engkle aja, ke tempat-tempat yang breathtaking itu. (Sumber foto: Lala Nadhira)


FEARLESS

Well, walau bagaimana, butuh keberanian tingkat tinggi memutuskan bekerja di daerah yang masih asing, jauh dari peradaban *hehe*, dan nggak ada orang yang kita kenal. So, jadi penasaran kan, pekerjaan seperti apa yang menjadi tanggung jawabnya itu.

Orang-orang bilang dia itu mandor.

Iya, ada benarnya sih, kalau ada yang bilang dia itu mandor. Tapi, mandornya tim manajemen. Di usianya yang masih terbilang muda, Lala bertanggung jawab atas pengelolaan lahan perkebunan seluas 150 hektar dengan kata lain 1.500.000 meter persegi!  

Sembilan puluh orang karyawan tetap dan 300 orang karyawan harian/borongan berada di bawah komandonya.

Tugas utama dara lulusan Teknik Industri ITB ini, adalah memastikan sistem kerja yang terintegrasi dengan baik secara holistik. Itu artinya semua sistem manajemen yang mencakup human resource, keuangan, operasional, dan logistik harus berjalan dengan sinergis tanpa ada kendala yang besar.

 Tigate Trees menggunakan tanah warga dengan sistem kontrak selama 30 tahun.  Selain mendapat uang kontrak, sertifikasi tanah ditanggung oleh Tigate Trees dan seluruh aset yang ada di atas tanah kontrak, akan menjadi milik warga saat masa kontrak berakhir.  Win-win solution banget ya. (Sumber foto: Lala Nadhira)

Kendala yang dihadapi ketika mulai menjalankan tugas.

Kendala awal sudah pasti ada, terutama SDM. Boro-boro dapat yang berkualitas, secara jumlah aja kurang. Pola pikir masyarakat yang tidak terlatih untuk bekerja secara profesional, membuatnya harus  mengajarkan semua keterampilan dari nol. Bagaimana cara berkomunikasi, bersosialisasi, menyampaikan pendapat, berdebat, menyelesaikan masalah tanpa menyalahkan orang lain, yang paling sulit itu mengatur ego.

Lala bercerita kalau penduduk setempat itu sering menerima uang sumbangan dari NGO, kemudian karena alamnya kaya; ikan di laut, sayur di kebun, padi di ladang, jadi semua kebutuhan pokok sudah terpenuhi tanpa perlu bekerja lebih, sehingga kegigihan usaha atau sifat kerja keras agak sulit ditemukan.

Pohon-pohon mente sudah ditanam sejak tahun 2018.  Mente adalah tanaman tahunan yang baru bisa dipanen pada tahun ketiga dan memasuki masa produktif di tahun kelima.  (Sumber foto: Lala Nadhira)

Sambil menunggu masa produktif mente yang cukup lama, Lahan-lahan yang masih kosong ditanami tanaman musiman.  Tanaman yang dipilih adalah kacang tanah dan sorgum.  Tujuannya selain agar perusahaan mendapatkan penghasilan, tanaman kacang dan sorgum juga membuat pohon-pohon mente menjadi lebih sehat.  (Sumber: Lala Nadhira)

Apa kiatnya membuat warga setempat akhirnya "takluk" dan mau bekerja?

Ya, harus pintar-pintar atur relasi *hahaha*. Gaya bahasa gadis berdarah Sunda-Batak dan Jawa Banten ini rupanya sudah seperti warga Waibao. Tapi memang benar, di mana kaki berpijak di situ langit dijunjung. Harus pintar beradaptasi dan menjalin hubungan yang nyaman dengan warga setempat. 

Di sisi lain Lala dituntut untuk tegas dan jelas dalam bersikap yang berhubungan dengan pekerjaan. Tidak bisa ada rasa sungkan. Setiap perjanjian harus jelas dan transparan di awal, agar tidak berantakan di belakang. Terakhir, memang harus banyak sabar. Fighting!

Sebagai pimpinan tertinggi di Tigate Trees Waibo, secara alami Lala juga harus luwes "bergaul" dengan para tokoh masyarakat setempat, pihak pemda dan instansi-instansi daerah lainnya. (Sumber: Lala Nadhira)

Tigate Trees terbuka menjadi tempat wisata edukatif bagi anak-anak sekolah dari segala tingkatan.  Biasanya anak-anak mulai level SMP selain diberi pengetahuan tentang tanaman mente, juga diberi pengalaman praktik menyambung tanaman mente.  Selain itu, mereka juga bisa melihat langsung bagaimana kerabat mereka yang bekerja di perkebunan. (Sumber: Lala Nadhira)


FEMALE

Di lihat dari kacamata perempuan mana pun, langkah yang diambil gadis yang juga tertarik pada dunia fashion ini besar banget. Dia berani mengambil keputusan yang nggak mudah dengan segala tantangan dan rintangan, bekerja di daerah 3T seperti Desa Waibao ini. Semangat Kartini-nya berkobar sekali ya *mentang-mentang menjelang bulan April, nih*.

Setelah 2 tahun berkecimpung di dunia perkebunan dan berinteraksi dengan berbagai sifat manusia, perkembangan seperti apa yang dirasakan Lala dalam skala pribadi, pengen tahu kan?

Perempuan yang masih betah melajang ini berkata dengan tegas bahwa basic pekerjaannya itu mendidik manusia, maka dia pun berkomitmen untuk terus menjadi pribadi yang lebih baik setiap harinya. Dia menyadari sepenuhnya kalau dia itu harus menjadi contoh dan teladan yang baik.

Setuju, La. Memotivasi orang itu bakal lebih mudah dengan keteladanan.


Dibesarkan di lingkungan keluarga yang egaliter memudahkannya ketika harus melakukan pendekatan dan membina orang-orang dari strata sosial dan intelektual yang berbeda.  Rata-rata pendidikan pekerja lulusan SD-SMP, lulusan SMA masih bisa dihitung dengan jari.  Lala juga menggagas pekerja perempuan berhak mendapat  posisi yang sama dengan para laki-laki.  Tidak heran, jika di Tigate Trees ada juga mandor perempuan.  (Sumber: Lala Nadhira)


Dampak sosial bagi masyarakat sekitar.

Gadis yang hobi menyanyi ini tanpa ragu mengakui bahwa Tigate Trees telah memberikan dampak sosial yang nyata bagi masyarakat sekitar, yaitu:

  • rata-rata warga sekitar memiliki pendapatan tetap yang diiringi peningkatan ekonomi.
  • dari segi keilmuan ada peningkatan kapasitas berpikir, kapasitas untuk bekerja secara profesional, kapasitas memimpin, kapasitas berhitung, kapasitas berkomunikasi dan menjalin relasi.
  • peningkatan jumlah usaha di desa, seperti bermunculannya warung-warung.
  • peningkatan jumlah rumah tinggal.
  • peningkatan kualitas kesehatan.

“Beberapa anak muda telah masuk kerja. Kebiasaan mereka yang duduk minum tuak dan arak di pinggir jalan, mabuk lalu bikin kaco, kini berubah menjadi pekerja-pekerja yang ulet.” (Elias Nitit, dikutip dari balinewsnetwork.com)

Yang paling melegakan masyarakat adalah adanya perubahan perilaku. Dampak yang sangat terasa, sekarang sudah jarang warga desa yang pergi merantau untuk mencari pekerjaan. Bahkan warga yang ada di perantauan pun berniat untuk pulang ke desanya. Sedang hujan emas di desa sendiri, kenapa harus mencari hujan batu di tempat lain, begitu seloroh mereka.

Panen sorgum pertama hasilnya 100 Ton.  Semua senang.  Oiya, bila musim tanam dan musim panen warga sekitar kecipratan rejeki juga.  Mereka dipekerjakan sebagai buruh harian.  Tapi jangan salah, pendapatan mereka bisa melebihi UMP (Upah Minimum Provinsi).  (Sumber foto: Lala Nadhira)



Panen Kacang! Perolehan panen pertama sebanyak 20 Ton.  Not bad lah.  Kacang dan sorgum akan dikirim ke East Bali Cashew untuk diolah menjadi snack favorit. (Sumber foto: Lala Nadhira)

Tigate Trees mendukung pemanfaatan setiap potensi yang ada.  Contohnya, ilalang.  Rumput ilalang dipanen sebelum musim hujan, kemudian diolah menjadi atap.  Tigate Trees membelinya untuk atap bangunan-bangunan pos tempat istirahat pekerja kebun. (Sumber: Lala Nadhira)


Pengembangan energi terbarukan.

Sejatinya, Tigate Trees sendiri plantation bukan manucfaturer. Tapi, di perusahaan induknya, yaitu East Bali Cashew inovasi biomassa sudah dilakukan, yaitu dengan memanfaatkan limbah kulit mente.  Limbah kulit mente ini digunakan sebagai bahan bakar tungku dengan teknologi gasifikasi, untuk penguapan dan pengeringan mente.  Hasil pembakarannya menghasilkan biochar yang kaya dengan karbon dan baik untuk pemupukan tanaman mente.  

Sisa limbah kulit mente, diberikan kepada usaha-usaha kecil, misalnya laundri.  Kulit mente dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk memanaskan boiler.  Kebijakan eco-friendly energy ini merupakan sebagian dari impact perusahaan terhadap lingkungan.  

Pantesan Lala mau bergabung, visi dan misi mereka memang klop.

GREEN JOBS

Saya sedikit curiga, jangan-jangan Lala sudah meniatkan diri ingin berkecimpung di ranah yang sedang ramai dikampanyekan ini. Sebab, sebelum bergabung dengan Tigate Trees, gadis penyuka traveling ini sempat bekerja di Burgreen, sebuah restoran yang menyajikan menu vegetarian berbahan sayur dan buah organik. Berkat rintisannya bersama team, sekarang restoran ini sukses mengembangkan diri sampai memiliki tujuh outlet di tempat-tempat strategis.

Perempuan yang smart namun humble ini bilang dengan jujur, kalau dia sebetulnya nggak dengan sengaja memilih Green Jobs sebagai jalan ninjanya. Terkait dengan Burgreen, dia bilang karena visi dan misi perusahaan itu juga berdampak sosial, yaitu ingin mengenalkan makanan sehat ke masyarakat. Memang cocok aja dengan paham yang dianutnya. Oke.

Tapi, kalau dipikir-pikir, apa yang dia lakukan sekarang terkait pekerjaannya itu, sudah termasuk ke dalam kategori Green Jobs dong. Apalagi lingkungan pekerjaannya adalah agriculture, kurang hijau apalagi coba *hehe*. Bukan itu sih yang menjadi dasar sebuah pekerjaan dinyatakan sebagai Green Jobs.

Saya sempat mengikuti sebuah webinar yang diselenggarakan oleh Coaction.id (Koaksi Indonesia), sebuah organisasi nirlaba yang menaruh perhatian pada kegiatan pembelajaran ide-ide inovatif untuk berkontribusi pada program-program berkelanjutan di seluruh Indonesia.

Salah satu narasumbernya mengatakan, bahwa Green Jobs itu tidak harus spesifik sebagai aktivis lingkungan, misalnya. Prinsip Green Jobs adalah setiap jenis pekerjaan, yang umum sekali pun, tetapi mempunyai tujuan untuk berkontribusi melestarikan dan memperbaiki kualitas lingkungan.

Ada beberapa syarat yang tercakup dalam pekerjaan yang dinyatakan sebagai Green Jobs, yaitu mendapatkan upah yang berkelanjutan, jaminan kesehatan dan masa tua, kondisi pekerjaan yang layak, tidak bias gender, memiliki jangkauan yang luas. Saya rasa, semua syarat ini ada dalam lingkup kerja seorang Lala Nadhira.

Setelah saya sampaikan opini tentang prinsip-prinisp Green Jobs tersebut, senyumnya semakin melebar. Oh, oke. Cool. Begitu tanggapannya. Iya, saya sependapat, siapa saja yang tergerak untuk menerapkan prinsip Green Jobs dalam pekerjaannya adalah sosok yang keren. Terdepan deh pokoknya.


Ada rasa bangga ketika hasil kerja keras berubah wujud menjadi makanan ringan yang rasanya enak dan banyak disukai.  Krispi Puffs ini bahan dasarnya dari sorgum. (Sumber foto: Lala Nadhira)


IMPACT LIFE

Walau dampak kepemimpinannya menjadikan Tigate Trees Flores Timur ini menjadi perusahaan yang eco-friendly dan juga bermanfaat untuk orang banyak, hatinya masih merasa masygul.

Kenyataannya, ia baru berhasil mengembangkan satu desa aja. Sedangkan, di Flores Timur sendiri masih banyak desa yang membutuhkan bantuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya secara berkelanjutan.  Itu baru wilayah Flores, bagaimana dengan seluruh nusantara?  Jadi sebetulnya pencapaiannya itu menurutnya belum seberapa.  Namun, jika harus mengerjakan sendiri, ya nggak bakal sanggup juga.

Nah, bagaimana Milenials dan Gen Z? Terinspirasikah kamu dengan perjalanan Kak Lala? Bisa jadi kamu orang yang tepat sebagai penyambung cita-cita seniormu ini, untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan, pelestarian, sekaligus memperbaiki lingkungan di seluruh pelosok negeri. 

Siap menerima tantangan bekerja dengan spirit Green Jobs? Good luck.


Love, 


 

4 Comments

  1. Waaah jd dulunya sempet di burgreens yaaa :D. Itu enaaak burger vegan nyaa. Aku sukaaa. Salut juga sekarang aktif di tigate trees ini. Produk2 cashewnya juga favoritku Krn sehat :D. Ga ngerasa terlalu bersalah kalo nyemilin ini.

    Hebat rentak kerjanya mba Lala ini. Semoga aja banyak ditiru Ama pekerja2 muda yg skr ya mba. Jd pekerjaan dengan green concept bakal LBH merata nantinya. Hitung2 utk membantu lingkungan kita jd LBH Ramah alam

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya, hehehe. Burgreens emang konsepnya bagus juga tuh ya. Niatnya memang menularkan spirit Green Jobs lewat kisah nyata 😁 juga memberi gambaran bahwa bekerja di daerah 3T itu gak seseram yg dibayangkan 😁 thanks udah mampir Fan.

      Hapus
  2. Wahhh baru tau kalau ada istilah Green jobs seperti ini, ternyata ada yaa pekerjaan yang bisa memelihara lingkungan agar menjadi bersih.. Maksudnya lebih ke istilahnya itu, hha kudet banget si ak ini

    BalasHapus
    Balasan
    1. sepertinya lebih ke komitmen pribadi sih, jadi jenis pekerja apa pun bisa aja asal ybs berkomitmen menerapkan prinsip Green Jobs dlm pekerjaannya, syukur2 perusahaan tempat kerjanya juga concern dg issue seperti ini, jd klop.

      Hapus