Ya, ada lah ... saling berkaitan erat malah, sampe mengguncang jagad maya. Eh, di circle
Iya, udah sekitar dua hari ke belakang ... tiga hari jadinya, karena tadi ngintip FB masih ada yang bahas juga. Padahal udah mau buka "warung" dan melupakan kejadian absurd itu, eh nemu lagi status yang bikin "huweee" ya udahlah tumpah di sini aja.
Terus kenapa saya eh aku eh apa sih ya selama ini daku membahasakan diri *yawlaaa ... saking kelamaan gak nongol di sini* oke lah saya aja. *Repeat* terus kenapa saya bahas lagi di sini, soalnya kasus ini agak-agak nyerempet saya juga. Jadi gini, awalnya saya lihat twitan Mbak Iim Fahima, kayak gini nih 👇
Eh lupa, tadinya mau ss twitannya, tapi akun twitter saya lagi diistirahatkan selama bulan puasa ini, intinya sih gini: dia yang suka posting foto masakannya, diingetin temennya kalo lagi situasi kayak gini sebaiknya gak posting-posting makanan dulu gitu. Dan doi nurut aja tanpa defensif. Nggak ada keterangan postingnya di twitter apa platform lain, tapi saya suka liat juga sih dia ngetwit foto makanan buat sarapan anak-anaknya, atau bekal sekolah gitu. Kelihatannya yummy.
Tapi ... doi sebagai selebtwit Nusantara nggak tuh bantah temennya kayak, "Kaum dhuafa mana ada yang maen twitter, gak kan liat lah postingan gue. Kalopun ada dan merasa terganggu, kenapa bukan dia aja yang matiin twitter." Seperti yang saya bilang, iya dia nurut aja dengan selow.
See?
Dan saya merasa ide itu oke, yup akhirnya saya nyontek dan membaginya di status FB. Maksud hati ingin mengingatkan, apa daya ada yang ngegas juga di komentar. Oke, saya (sesungguhnya) orang yang males ribut tapi suka mancing-mancing *bwehehehe* berusaha memberikan alasan yang make sense, dan berenti ketika masih dibales dengan gas 😷. Pengennya sih ngebales juga, tapi saat itu saya lagi nggak pengen buang gas, soalnya perut lagi kosong.
Eladalah ... beberapa kali saya baca status senada yang menyuarakan merasa dihambat jalan mengespresikan dirinya; posting foto makanan dilarang, posting foto buku dibilang pamer, dan lain sebagainya.
Why kok jadi merasa dilarang-larang sih? Dalam benak saya yang paling kelam sekali pun, status saya itu kan hanya himbauan ... sekali lagi HIM - BA - WAN ... mau ikutan syukur, nggak juga nggak bakal kena sanksi atau denda, emangnya ekeuh polisi moral, yang nilang siapa pun yang nggak ngikutin himbauan.
Akhirnya pasang status lagi, saya legowo meminta maaf apabila ada yang terganggu dengan himbauan saya tersebut. EH KOK! suasana malah jadi memanas ... tapi, saya mah orangnya nggak ge-er, pasti bukan karena postingan saya dong, nggak mungkinlah saya bisa mengguncang jagad maya sedemikian heboh 😂. Status-status bernada keberatan dengan himbauan tidak memosting makanan mulai seliweran di beranda FB. Wow!
Rupanya, ini biang kehebohannya 👇
"Gak usah pustang posting menu sahur dan buka puasa yaaaa gais. Banyak yang sahur cuma bisa pakai kerupuk. Bahkan gak bisa sahur sama sekali,"
Kalo diperatiin inti dari kerumitan itu, mungkin gaya bahasanya yang "teugeug" emm ... apa ya bahasa Indonesianya, tegas yang cenderung jutek gitu ya. Ya emang gaya ngomong Melly gitu kan, blakblakan, selain itu karena Ceu Melly ini juga masih pustang posting makanan di akun IG-nya. Endorsan? ya kali atulaaah itu mah pan kewajiban kerjaan. Nggak tahu deh siapa yang jadi wistle blowernya ... mungkin blogger seleb idola dan panutan, jadi aja rameeeeeee banget sahut-sahutan status.
Well, saya ngeliatnya, kok jadi pada latah nolak sih, apa nggak dipikirin dulu maksud di balik ajakan itu. Kok langsung pasang tameng besi, defensif, sampe ada komen merasa hidupnya diatur-atur, dilarang-larang, disamakan standar hidupnya dengan orang lain.
Bibit arogan.
Kemudian! ini wow sekali, ada yang niat banget bikin infografis ngejembreng profesi apa aja yang sekiranya perlu memosting foto di medsos. Ya tentu, Kakak, orang pun maklum dan nggak bodoh juga untuk membedakan urusan kerjaan dengan personal yang butuh pengakuan *boong aja kalo abis upload foto terus ada yang memuji hati nggak terasa mengembang* 😁
Dan lagi-lagi ujungnya nyinggung kaum dhuafa, dengan asumsi kalo bisa beli kuota ya bisa makanlah... emang bener, FB mungkin satu-satunya hiburan mereka, tapi bisa jadi enggak setiap hari mereka mampu beli kuota. Sekalinya bisa, mungkin belinya yang langganan harian termurah, beli makanan seadanya yang bisa dicukupi isi dompetnya.
Nah, ambigu kan, yang menyamakan standar hidup di sini, siapa dong?
Nah, ambigu kan, yang menyamakan standar hidup di sini, siapa dong?
Sesungguhnya saya juga seneng kok lihat postingan temen-temen yang pinter masak. Foto makanannya bagus-bagus banget seperti di buku-buku resep dan menggugah selera. Tapi, to be honest ya, sering juga sih lihat postingan foto makanan yang seadanya, bahkan makanannya pun seadanya ... alih-alih pengen muji, malah jadi prihatin.
Ada lagi yang ganggu saya itu, kalo lihat postingan (ngakunya food blogger) tapi yaaa ... foto makanannya aja nggak "pikabitaeun" kata orang Sunda mah. Nggak menggugah selera gitu. Sorry ... yang ngerasa no hard feeling ya, anggaplah ini kritik membangun supaya lebih semangat lagi meningkatkan kualitas. Ini ekslusif lho, komentar ini belum pernah saya release di media sosial mana pun. Saya kan orangnya nggak konsisten julid. Julid itu ada waktunya dan harus dengan alasan yang tepat. * kenapa coba harus digarisbawahin*
Ada lagi yang ganggu saya itu, kalo lihat postingan (ngakunya food blogger) tapi yaaa ... foto makanannya aja nggak "pikabitaeun" kata orang Sunda mah. Nggak menggugah selera gitu. Sorry ... yang ngerasa no hard feeling ya, anggaplah ini kritik membangun supaya lebih semangat lagi meningkatkan kualitas. Ini ekslusif lho, komentar ini belum pernah saya release di media sosial mana pun. Saya kan orangnya nggak konsisten julid. Julid itu ada waktunya dan harus dengan alasan yang tepat. * kenapa coba harus digarisbawahin*
So, jika diminta memakai sepatu usang orang lain terasa sangat susah, nggak mau nyoba gitu mempertimbangkan buat diri sendiri dulu. Berlatih untuk menahan diri. Pernah denger/baca dong ada yang bilang nggak semua hal perlu diumbar di medsos, ya kan.
Lagipula, himbauan, ajakan, atau ya katakanlah pahitnya larangan itu kan sementara aja sifatnya, hanya pada saat situasi prihatin seperti sekarang ini. Nggak selamanya kok. Ya, kan? Kenapa harus sewot-sewot banget sih. Sabaaar ... ini kan bulan Romadon, bulan segala amalan dan ampunan dikabulkan *cosplay Mamah Dedeh*.
Anyways, kalo mau pake pakem "people think differently", dengan sportif saya pun harus memaklumi respons yang buat saya overreacted tersebut: ya hak mereka lah buat defensif, urusan mereka lah yang merasa nggak pengen diatur-atur ... cuma ... ngeri aja, lama kelamaan dengan sikap seperti itu, semua jadi ingin dibenarkan, senggol bacok dicolek dikit ngamuk.
Tapi sebenernya ya, menurutmu, ajakan untuk membangun empati itu, salah?
Tapi sebenernya ya, menurutmu, ajakan untuk membangun empati itu, salah?
2 Comments
antara pengen ketawa.. gaya bahasanya mbak ina bangett.. wkwkwk.
BalasHapuskalo menurut molly sih ya nggak masalah mau posting makanan kek, mau nggak kek. sepanjang nggak menyalahi ketentuan agama, ya monggo. ini cuma perbedaan sudut pandang aja kok. molly sih tetep postingan makanan soalnya ada ig foodie jadi mesti diisi kalo nggak ya berdebu. :D
btw salam kenal dari blogger palembang.
iya gitu aja sih, sesimpel itu kalo emang ada unsur kerjaan gak perlu lah Ada drama di antara kita 😂 Salam kenal kembali dari yg suka ngaku2 blogger dari kota Serang
Hapus