Judul Buku : Claudia vs Nadia
Penulis “ Sarah Ann
Penerbit : Noura Books
Cetakan : I, Juli 2015
Jumlah Halaman : 104 halaman
ISBN : 978-602-0989-64-8
Di usia belia (sekolah dasar) sangat biasa seorang anak—apalagi
yang berprestasi—punya rival atau saingan. Disirikin teman. Dipandang remeh. Dimusuhi.
Hal-hal seperti memang terjadi di dunia nyata. Saya juga mengalami kok *mau
bilang cukup berharga ya, disirikin dan dimusuhi- ngakak*
Sarah Ann, sebagai penulis cilik, menuangkan hal-hal
tersebut ke dalam sebuah cerita. Bisa jadi karena dia pernah mengalami hal-hal
yang disebutkan itu, atau menyaksikan ada anak yang diperlakukan demikian di
lingkungan sekolahnya.
Dan menurut saya, Sarah Ann, berhasil menuliskannya dengan
baik sekali. Mau tahu cuplikan
ceritanya? Silakan disimak.
Claudia, tokoh utamanya, mempunyai tiga orang sahabat:
Febby, Trishani, Melody. Ia anak yang pandai dalam pelajaran mengarang,
sehingga mendapat gelar Miss Sastra. Di kelasnya ada anak bernama Nadia, yang
juga pandai mengarang. Nadia sombong dan merasa ia lebih pandai dari Claudia.
Claudia sering dibuat kesal oleh tingkah Nadia.
Untung saja Claudia punya sahabat-sahabat yang siap menghiburnya. Claudia juga anak yang beruntung karena memiliki kakak yang baik dan memperhatikannya. Mama dan Papa yang mendukung bakatnya.
Persaingan antara Claudia dan Nadia, tidak hanya soal karang-mengarang saja. Tapi sehari-hari pun, Nadia sering mencari gara-gara dengan Claudia. Merek sepatu dan tas yang sama saja membuat Nadia meradang. Ia menuduh Claudia menirunya. Padahal sah-sah saja Claudia memakai barang yang sama, barang-barang itu kan dibelikan orang tuanya. Claudia juga termasuk anak dari golongan orang berada, sama seperti Nadia.
Pada suatu hari, Claudia mengetahui ada perlombaan menulis
cerpen se-Jakarta. Peraturannya hanya satu orang anak saja yang boleh mewakili sekolah masing-masing. Claudia dan Nadia bersaing agar terpilih
mewakili sekolah mereka.
Claudia berhasil mengumpulkan karyanya sebelum waktu yang
ditentukan. Nadia baru mengumpulkan belakangan.
Ternyata, Claudia lah yang berhasil mewakili sekolahnya untuk mengikuti
lomba cerpen se-Jakarta. Belakangan diketahui kalau Nadia berbuat curang,
sehingga ia tidak lolos mewakili sekolahnya.
Apa yang sudah dilakukan oleh Nadia? Bagaimana kelanjutan
hubungan Nadia dan Claudia?
Ah, nggak seru kalau nggak baca sendiri bukunya *nyengir*
APA YANG MEMBUAT SAYA SUKA DENGAN BUKU INI
Buku ini memang khas anak-anak banget ya, dari sisi ide
dan “thinking”-nya. Buku ini isinya nggak “too
good to be true”. Maksud saya, masih terjangkau lah nggak ngawang-ngawang
banget macam cerita sinetron.
Kemudian yang saya salut lagi, penuturannya rapi dan
logikanya terjaga. Contohnya dialog antara Claudia dan Kakaknya:
Kak Jio : “Kakak dengar-dengar, Nadia juga ikut, ya?”
Claudia : “Kok Kakak tahu?”
Kak Jio : “Daffa memberitahuku. Dia tahu dari adiknya yang
kelas 5B di sekolahmu.”
Claudia : “Siapa?”
Kak Jio : “Zaskia Hafizka.”
Saya sering menemukan di beberapa buku yang ditulis
anak-anak, ada bagian yang “miss”. Misalnya berhenti di “Daffa memberitahuku”
titik. Sedangkan Daffa itu tahu dari mana nggak ada penjelasannya. Jangankan
penulis anak-anak, penulis dewasa aja kadang-kadang masih suka lupa menjaga
logika *hehehe... piiisss...*
Dan ini selalu terjadi setiap kali tumbuh pertanyaan di
benak saya, sedetik kemudian saya mendapat jawabannya. Keren, kecil-kecil
konsistensinya sudah terjaga.
Kemudian, yang saya suka lagi, pemilihan nama
karakter-karakternya, keren-keren lho. Sampai ada yang tiga kata, padahal
karakter-karakternya cukup banyak juga untuk ukuran novel anak-anak. Hehehe...
Ide-ide yang terselip di antara deskripsi juga bikin saya
senyum-senyum. Misalnya, memunculkan ide menyematkan gelar untuk murid-murid
yang menonjol di bidang tertentu. Claudia, Miss Sastra karena dia jago
mengarang. Zaskia itu Miss PLH atau Miss Go Green, karena pencinta lingkungan
hidup.
Ini keren kan, dan sepertinya ide ini applicable juga di
sekolah-sekolah nyata. Gelar itu bisa dijadikan semacam reward atau apresiasi
untuk murid yang berprestasi. Bangga lho anak-anak kalau diberi gelar seperti
itu. Sarah, sukses deh menjadi inspirasi.
Terus yang lucu lagi (lucu bukan berarti untuk ditertawakan),
penulis menyebut guru yang menerangkan pelajaran matematika dengan “mendongeng”.
Pelajaran serius jadi terasa ringan dan menyenangkan ya. Pintar deh kamu,
Sarah.
Dan di akhir cerita, Sarah Ann membuat twist yang manis. Ia masih sempat mengembangkan cerita sehingga ending tidak seperti "yang seharusnya", melainkan menjadi cerita baru lagi dengan mendatangkan tokoh-tokoh baru. Pinteeerrr...
PESAN DALAM BUKU
Ini juga keren nih. Kecil-kecil penyampaian pesannya udah
dalam. Yang saya tangkap dalam buku ini:
- Kalau ingin banyak ide dalam menulis(cerpen) harus banyak baca. (hal 16)
- Keinginan menjadikan lawan/musuh sebagai sahabat. (hal 44)
- Plagiasi alias meniru karya orang lain adalah perbuatan tidak baik. (hal 54)
- Permusuhan lebih asyik diubah menjadi persahabatan. (hal 69)
KURANG SREG-NYA DI MANA?
Yap, walaupun secara keseluruhan buku ini sangat mulus untuk
ukuran penulis anak-anak. Tetap ada bagian-bagian yang saya—sebagai penulis
juga—kurang sreg ya. Tapi, cuma dikit kok
*nyengir*
Pertama, ilustrasi di halaman 69, style baju yang dikenakan
tokohnya, kalau menurut saya sih ketuaan. Cocoknya dipakai sama tokoh-tokoh di
teenlit atau metropop *ah mungkin saya yang old-fashion*, dan baju seragam
yang digambarkan untuk anak-anak SD ini kok mini-mini skirt. Walau ini bukan
novel anak Islami, tapi saya berharap ini menjadi perhatian. Sebaiknya nggak terlalu meniru komik-komik manga bersetting Eropa.
Kedua, mengenai panggilan ke teman-teman kakaknya (memang
diminta diubah oleh tokohnya sendiri dan itu dijelaskan dalam cerita), tapi
saya agak sedikit kurang nyaman, membayangkan anak usia sekolah dasar
hanya memanggil nama saja kepada anak-anak remaja (usia sekolah menengah atas).
Saya pikir, dalam norma ketimuran, sense of respect terhadap orang yang lebih
tua harus tetap terpelihara dan ditanamkan. Wujudnya yaitu dengan panggilan: Mas, Mbak, Kak,
Teteh, dsb.
Baiklah, seperti saya sudah sebutkan di atas, bahwa buku ini
termasuk rapi untuk ukuran seorang penulis cilik. Bisa jadi hal ini berkat
bimbingan dari sang ibu yang juga penulis dan editor ternama. Siapa? Ah rahasiaaa...
*ngikik-ngikik*.
Tapi jam terbang juga pasti berpengaruh ya, karena Sarah
ini sebelum mulai menulis novel, sudah
memulai “karir” menulisnya dengan menjadi reporter cilik.
Namun, buku ini bisa menjadi contoh untuk teman-teman
penulis cilik lainnya. Selain ide cerita yang dekat dengan keseharian kita, tetapi dikemas dengan menarik, cara bertutur yang lentur, dan logika yang
terjaga. Acung jempol deh untuk, Sarah.
Oke, tetap semangat, Sarah. Tetap menginspirasi teman-teman
cilikmu, dan teman-teman gede seperti Tante ya *halah tanteeee*
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Tentang penulis:

buku
buku anak
children book
Claudia vs Nadia
Noura Books
novel anak
PCPK
penulis cilik punya karya
review-buku
Sarah Ann
2 Comments
Pesan dalam bukunya keren. Semoga bisa mengkoleksi buku ini secepatnya. :D
BalasHapusbuku ini pas untuk anak-anak, menurut saya :D
Hapus