![]() |
dok. pribadi Yang pake shirt kuning dan ceria itu namanya Koko Giovani *sekilas info* |
Oke, sesuai janji sekarang saya mau bahas sesi kedua di
Local Heroes Blogging Seminar. Narsumnya adalah Mas Yuniman Farid, jurnalis
Deutsche Welle (DW), redaksi Indonesia.
Tapi, saya cerita sedikit dulu ya tentang DW ini. Jadi, di
awal service-nya pada tahun 1953 lalu, DW bergerak di bidang broadcasting: TV
dan Radio. Seiring perkembangan teknologi media , DW juga membuka portal media
online www.dw.com Tujuannya, sebagai
penyedia berita bagi orang-orang Jerman yang berada di luar negeri.
Tahun 1963 DW membuka redaksi Indonesia. Tujuannya supaya
Jerman lebih bersimpati pada Asia Tenggara. Indonesia dipilih karena
pada masa itu, Indonesia dianggap sebagai negara paling berpengaruh di Asia
Tenggara.
Mas Yuniman sendiri bergabung dengan DW Indonesia sejak
tahun 2004. DW sekarang bisa diakses melalui ios dan android, akibatnya sekarang DW
dapat meraih 100.000.000 pengakses di seluruh dunia. Wow!
![]() |
dok. pribadi |
Dalam penuturannya dengan gaya lemah lembut, Mas Yuniman
menerangkan peran sosmed di Jerman dan dukungan DW kepada para blogger dan
kaitannya dengan kegiatan blogging mereka.
Menurut Mas Yuniman, media sosial di Jerman seperti
Facebook, misalnya, penggunanya tidak seramai di Indonesia. Hal ini berkorelasi
dengan masalah privasi. Kebanyakan masyarakat
di Jerman sadar bahwa dengan menggunakan medsos, otomatis data-data pribadi
mereka ikut terekam *Ya iya sih ya, orang Jerman melindungi
privasinya sedemikian rupa, di Indonesia malah diumbar dengan riang gembira…
ironis :D*
Tetapi… kerennya peran media di Jerman, di sana itu media
TIDAK BISA DIBELI, karena ada undang-undangnya. Okesip, berarti di Jerman nggak
ada “wartawan bodrek” sebagaimana bertebaran di Indonesia *itu mah dulu… dulu
lah… ah mudah-mudahan sekarang udah nggak ada ya…* :D
Mas Yuniman juga mengulas, bahwa blog adalah media yang
ideal untuk menjadi pendamping media-media mainstream. Blog bisa menjadi alternatif referensi dari berita-berita yang sedang hangat.
![]() |
dok. pribadi Pemenang jempol cantik.... eh bukan... LiveTweet maksudnya... hehe |
Mengapa
blog bisa lebih “akrab” bagi pencari berita? Karena blog nggak
ditulis dengan bahasa jurnalisme. Tahu dong kalau jurnalisme juga punya kode etik
yang membatasi? Nah, kalau blog kan ditulis pakai bahasa sehari-sehari, jadi
lebih “santai”.
Tapi, jika kita bicara soal freedom of expression, di masa sekarang ini Indonesia bisa dibilang lebih bebas dibanding dengan
negara-negara maju sekalipun, seperti Cina atau Rusia. Apalagi dibanding dengan
negara-negara yang masih bermasalah dengan perebutan kekuasaan seperti
Bangladesh atau Mesir.
Di negara-negara tersebut, kebebasan berpendapat adalah satu
kemewahan. Blog dipakai sebagai alternatif alat perjuangan. Baru-baru ini terjadi kasus sekitar 11 orang blogger aktivis di
Bangladesh harus menerima nasib buruk, dianiaya, dipenjara, bahkan dibunuh berkaitan
dengan aktivitas blog mereka. Serem ya...
.
Di tengah-tengah penjelasannya Mas Yuniman memutarkan
video. Sayang nggak bisa ngopi ah
videonya, nyari di youtube juga nggak ada.
Video itu bercerita soal kegiatan writing, khususnya blogging. Dalam
video itu digambarkan, blogging sebagai aktivitas untuk memperjuangkan: freedom
of expression, transparancy, justice.
Mereka bicara soal sosial, lingkungan, politik dengan bahasa mereka.
Bahasa sehari-hari.
Yang keren dari video itu narasi yang berbunyi :
YOU CAN SENSOR, YOU CAN HACK, BUT YOU CAN’T STOP US FROM WRITING
Kuat sekali bunyi pesannya. Mengingatkan saya pada aktivis-aktivis lokal di masa lalu. Sejak zaman
kemerdekaan, mereka berjuang melalui tulisan walau di balik tembok penjara
sekalipun. How heroic they were, kan ya…
Mas Yuniman membahas sedikit soal perlindungan hukum bagi blogger
aktivis ini. Memang masalah ini masih menjadi masalah yang belum jelas solusinya.
Tetapi, menurut beliau media-media internasional bisa menjadi “backup”. Media
internasional bisa turut berperan mengcover masalah-masalah regional. Dengan di-blow-up
oleh media internasional seperti DW salah satunya, biasanya sikap pemerintah negara yang bersangkutan
akan melunak dan berharap ada penyelesaian.
Peran DW sendiri dalam mendukung kegiatan blogging ini,
salah satunya dengan mengadakan kompetisi blog. Tujuannya untuk memotivasi blogger agar lebih giat
dalam aktivitas blogging. DW sudah sebelas
kali mengadakan kompetisi blog ini. Bahkan Bapak Blogger Indonesia, Enda
Nasution, pernah didaulat untuk menjadi salah satu jurinya.
Ah, DW memang asyik. Coba saya dengar soal DW ini dua puluh
tahun lalu, saya pasti nekat ngelamar kerja ke DW secara dulu broadcasting
adalah salah satu impian saya juga.
Uhuk!
Itu dia… cerita dari Jerman.
Sesi kedua narsum ini diakhiri dengan tanya jawab. Panitia menyediakan
hadiah untuk dua pertanyaan terbaik
*dan saya nggak kepiliiiih…menangisi back pack ungu yang menawan*
Sebelum ditutup, panitia penyelenggara mengumumkan blog
competition yang disponsori oleh DW. Hadiahnya Maaaak… total USD 1500 cash wow wow wooow…
Untuk keterangan lengkapnya klik image di bawah ini:
4 Comments
saya pernah beberapa kali baca DW versi web, bagus infonya. udah lama banget ga baca lagi.
BalasHapusmakasih infonya mbak :)
iya... berita-beritanya juga terpercaya ya hehe... ikutan kompetisinya yuk
Hapusjadi nambah wawasan nih. sip sip sip
BalasHapusalhamdulillah atuh... nuhun teh Yayu sudah berkunjung
Hapus