"Surga Yang Tak Dirindukan" Versi Lama

:: ISTANA KEDUA ::



Entah apa yang membuat Asma Nadia mengangkat tema poligami pada novel terbarunya ini.  Mungkin saja novel ini adalah ekspresi kegelisahan hatinya dengan santernya pemberitaan tentang  poligami yang semakin marak dan terang-terangan selama setahun kebelakang.
Uniknya melalui novel ini Asma Nadia mencoba bersikap adil.  Lewat jendela Istana Kedua ia “memandang” poligami dari tiga sisi tokoh utamanya sekaligus.  Arini, isteri pertama yang menjadi “korban”, Pras si suami, dan Mei Rose si pihak ketiga. Penggambaran karakter ketiga tokoh sentral ini seimbang, sehingga tidak ada kesan berpihak.  Asma seakan mempersilakan pembaca untuk menilai dan memutuskan kepada siapa akan berpihak.
  Melalui sosok Arini yang nyaris sempurna,  Asma menyelipkan “pembelajaran” bagi kaum perempuan, bahwa menikah itu bukannya tanpa resiko dan persiapan.  Bukan saja kesiapan untuk ditinggalkan jika ajal pasangan tiba, tapi juga kesiapan jika pasangan jatuh cinta lagi dan meninggalkan kita karena perempuan lain ( hal 50 ). Simpati untuk “si korban”, dibangun Asma pada bagian akhir novel ketika secara frontal Mei Rose mengintimidasi Arini.
Karakter Pras adalah tipe  lelaki yang diidamkan para perempuan.  Lelaki yang “lurus”, namun tetap punya kelemahan. Rasa kemanusiaan dan niat “hanya menolong” ternyata membawanya kepada pengkhianatan terhadap keluarga yang dicintainya sekaligus prinsip yang sekian lama dipegang teguh.  Lewat Pras, Asma menantang kejujuran sikap kaum lelaki terhadap poligami dan secara halus menyindir para lelaki yang sering berdalih jika menikah lagi bukanlah hal yang direncanakan ( hal 209 ). Namun Asma tetap memenangkan ego keperempuanan dengan terungkapnya rasa penyesalan berpoligami pada tokoh Pras ( hal 220-221).


 Kemudian yang ketiga adalah Mei Rose, perempuan yang selalu dirundung  penderitaan sepanjang hidupnya, sampai akhirnya tanpa sengaja ia dipertemukan dengan Pras. Mei Rose menyadari lelaki ini lah yang bisa dijadikan sumber kebahagiannya kelak dan bodoh jika ia sampai menghilangkan kesempatan itu. Agak tricky memang, tapi orang seperti Mei Rose akan melakukan segala cara demi mendapatkan kebahagiaannya dan akan dengan sekuat tenaga pula dalam mempertahankannya. Deskripsi Asma untuk Mei Rose, yang lugas bisa saja menuntun pembaca pada rasa benci sekaligus kasihan.
Yang mengejutkan, melalui karakter Mei Rose Asma keluar dari stereotip novel Islami yang cenderung dipenuhi kata-kata santun dan tanpa cela.  Tapi di Istana Kedua, bahkan Asma berani “menghujat” Tuhan ( hal 88 ).  Namun jika kita menyelami apa yang dialami tokoh Mei Rose ini, dengan penderitaan hidup yang bertubi-tubi tentu  kita akan mengerti dan semua yang dimuntahkan Asma menjadi terasa wajar dan sangat manusiawi. 
Istana Kedua juga mengungkapkan gagasan baru mengenai poligami.  Adakah kemungkinan jika dimadu adalah karma yang akan terjadi pada setiap anak perempuan yang ayahnya juga pelaku poligami? Ataukah poligami adalah salah satu sifat genetik yang diturunkan ayah pada anak lelakinya? Kedua pikiran ini mungkin saja tak disadari oleh Asma tetapi pembaca bisa saja menangkapnya.  Ini menarik.
Namun perlu digarisbawahi, Istana Kedua tidak memberikan kesan pertentangan terhadap poligami, dengan cantik Istana Kedua justru membuka wawasan mengenai poligami dan dengan kepiawaiannya mengolah kata Asma mencoba menuntun pembaca untuk lebih memahami makna poligami ( hal 222-226 ).
Selain itu jika pembaca jeli, dalam novel ini ada kisah lain dengan tokoh utamanya yang  bernama Ratih, seorang perempuan yang kerap dikhianati suaminya.  Kisah Ratih ini adalah cerita dalam sebuah novel yang tengah ditulis oleh Arini.  Arini memang dideskripsikan sebagai penulis, tapi disinilah keunikan Asma yang lain, ia membuat cerita dalam cerita. Semacam novel berbingkai.
Hal lain yang menarik dari novel ini, ending novel yang “belum selesai”.  Novel ini masih tumbuh dan bisa berkembang menjadi cerita-cerita baru untuk menemukan ending yang sebenarnya. Bukan hal yang tidak mungkin jika novel ini tumbuh menjadi dwilogi atau trilogi.  Rasanya pembaca perlu dipuaskan dengan kepastian nasib hubungan segitiga Arini - Pras - Mei Rose. Atau Asma merasa ragu jika endingnya dibuat Arini minta cerai dari Pras, karena cerai dalam agamanya tidak dianjurkan, bahkan perbuatan yang dibenci Tuhannya. Selain itu... ending cerai itu terlalu mainstream. Saya pun sebagai pembaca jujur tidak berharap novel selesai dengan cara seperti itu.

Novel ini bukan “novel perempuan”. Kaum perempuan memang dapat mengambil hikmah dari penuturan Asma, dan semoga mereka mendapat pencerahan dan wacana baru selain kata cerai ketika hal buruk itu terjadi.  Para laki-laki pun perlu membacanya untuk pembelajaran dan bahan introspeksi diri, agar lebih memahami perasaan pasangan sebelum memutuskan untuk “menolong” orang lain, atau tepatnya perempuan lain.

***

Kabar baik yang telat saya cerna adalah "Surga Yang Tak Dirindukan" yang mengundang kontroversi ini akan difilmkan. Dari obrolan makan siang bersama sahabat (yang kebetulan suaminya adalah penata suara di film ini) terungkap kalau film ini adalah "Istana Kedua" yang saya baca tahun 2009.
Siap banget menyambut kehadiran film ini. Sejak baca novel rilisan lama, sudah ada "kereteg" dalam hati kalau novel ini difilmkan pasti keren. Ternyata, enam tahun kemudian "kereteg" itu baru terwujud.
Saya pun yakin kalau film ini dibuat dengan baik dan tidak melenceng dari cerita aslinya. Sampai tercetus twit "I Love You" yang bikin heboh itu juga bisa jadi karena Penulisnya puas setelah menonton preview film tersebut. Mbuh lah ya...
Nah, terlepas dari kontroversinya saya pribadi penasaran sama film ini dan berniat menontonnya. Harus tunggu sampai Lebaran mendatang, nih. Sabar ya... 





Ah, cast-nya favorit semua: Fedi Nuril (aslinya tu cakep banget tauuu... pernah liat di bengekel *gak penting*), Raline Shah, Laudya Cintya Bella (setelah beneran berhijab makin favorit).

Okeee... tunggu review filmnya abis Lebaran, yak!

1 Comments

  1. Salam kenal mBak..
    Saya terkesan sekali dengan resensinya..
    beruntung saya terlempar ke blog ini dari mbak Gugel..

    Terima kasih sudah berbagi

    BalasHapus