GENGSI BILANG SAYANG, DIAM-DIAM PERHATIAN


foto : koleksi pribadi

Eits... ini bukan kisah percintaan antara Adam and Eve apalagi antara Adam and Steve *harom ah* hahaha kekinian banget. Tapi ini kisah lain dari sekian banyak cerita tentang si Kembar Grup Kiki dan Ama. Putri-putri kesayangan. Gini ceritanya...


Tadi itu hari daftar ulang Ama di SMAN 1 Kramatwatu (iya, dia yang nggak keterima di SMA favorit, tapi keterima di SMA Negeri Kabupaten tanpa tes karena nilai rapotnya (sesungguhnya) bagus).

Tiba-tiba, di kolom persyaratan berkas disebutkan harus menyertakan Surat Keterangan Sehat dan foto hitam putih sekian lembar. Hadeuh... belum bikin. SKS harus ke Puskesmas terdekat, foto adanya yang berwarna.

Mau nggak mau Ama harus membereskan persyaratan itu dulu. Dia minta izin menggunakan sepeda motor biar cepet. Karena memang mepet waktunya (pendaftaran sampai jam 13.00) terpaksa saya izinkan. Toh, jarak Puskesmas dan tempat cetak foto tidak terlalu jauh dari rumah.

Sambil menunggu Ama selesai dengan urusannya, saya bersiap-siap: mandi, makan (ups lagi gak puasa), dandan, dll. Setengah jam berlalu... Ama belum datang juga. Sms pertama melayang. Balasannya: di puskesmasnya ngantri. Oke...

Satu jam... satu jam setengah, belum muncul juga. Saya mulai parno. Sms dan telepon tak berbalas. Gelisah sampai bolak-balik ke toilet pun terjadi. Akhirnya,saya nggak bisa menahan diri lagi dan memutuskan untuk menyusul Ama. Maka berangkatlah saya menuju Puskesmas.

Sesampainya di Puskesmas, suasana udah sepi. Motor Ama udah nggak ada di parkiran. Deg! Dada rada berdebar-debar. Saya bertanya pada petugas pendaftaran. Bapak petugas bilang kalau yang minta surat keterangan sehat udah pada bubar. Dia bahkan menunjukkan absensi pasien, dan nama Ama tercantum di situ. Duuuh... anak ini kemana si?

Tadinya mau nekat nanya sama tukang-tukang ojek di sekitaran situ, ada kecelakaan motor nggak tadi di situ. Tapi, ah... ucapan kan doa, saya urung bertanya. Saat kebingungan mau ngapain dan ke mana tiba-tiba... ponsel saya berdering. Dari rumah, ada harapan sedikit, semoga Ama yang nelpon.

"Halo, Mama? Udah ketemu Ama belum?" suara Kiki, kembar no. 2.

Ugh... hati rasa ditonjok. Ama belum pulang juga.

"Belum..." dengan suara lemas.

Cemas makin menjadi. Tapi di sisi lain, ada geli dan haru. Kembar tetaplah kembar. Namanya saudara satu telur, dibesarkan bersama dalam satu kantung. Perasaan tak dapat dipungkiri.

Kembar saya itu tidak seperti kembar-kembar pada umumnya yang akur sejahtera sepanjang masa. Tiap hari ada aja yang jadi biang ribut. Soal beresin kamar, isi lemari, baju yang mau dipake, seragam, urusan nyapu rumah, angkat jemuran, dan remeh temeh lainnya.

Kadang pengeng kuping dan pusing kepala, kalau pagi-pagi udah ribut saling tuduh salah pake seragam, padahal instruksi untuk ngasih nama masing-masing seragam sudah sering diteriakkan. Teteeeep aja ribut.

Tapi, di saat sedang berjauhan atau yang satu dirundung masalah, biasanya kembarannya menunjukkan perhatiannya, seperti yang terjadi di atas itu.

Atau, kalau yang satunya telat pulang sekolah. Kembarannya bakal melapor dengan nada cemas Ama (kalau Kiki yang telepon) atau Kiki (kalau Ama yang telepon) belum pulang juga.

Saya dan bapaknya sudah paham kondisi ini sejak mereka balita. Ada kejadian lucu saat kami akan pergi ke luar (jalan-jalan), salah satu kembar (udah lupa yang mana) ketiduran di depan tivi. Kembar yang satu digendong bapaknya, sementara saya seolah-olah udah sibuk mau ngunci pintu. Kembar yang ada di gendongan bapaknya, dengan bahasa belum jelas bilang itu kembarannya bobo... jangan ditinggal... sambil nunjuk-nunjuk kembarannya. Kami spontan ketawa... ah dia udagh ada feeling sama kembarannya.

Dari situ lah kami mengerti, si kembar kami unik. Sampai usia remaja sekarang ini, sama-sama gengsi kalau harus saling menunjukkan perhatian atau rasa sayangnya satu sama lain secara terbuka, tetapi diam-diam perhatian, bahkan saya yakin kadang-kadang mereka punya rasa takut kehilangan.

Hikmahnya di mana? Ya, walau mereka nggak mau jujur mengakui, at least... rasa saling menjaga itu ada. Itu lah yang membuat hati saya damai. Apa lagi yang diimpikan orang tua selain anak-anak yang mau saling berempati dengan saudaranya? Nah, saya sudah melihat benih-benih itu ada pada si kembar.

Semoga perasaan saling menjaga itu abadi, walau kami, kedua orang tuanya sudah tak ada lagi di dunia mendampingi mereka.

Alex dan Jacob aja kompak, masa kalian nggak, sih!

*ada yang nggak tahu Alex dan Jacob?* :D:D:D

Oiya, kisah "hilangnya" Ama itu berakhir happy ending. Ternyata, setelah dari puskesmas Ama langsung cetak foto di tempat langganannya. Tempatnya agak jauh ke dalam (malah dekat dengan SMAN 1 Kramatwatu yang akan kami tuju). Kami selisipan jalan. Tak berapa lama ketika saya udah nangkring di atas ojek dengan tujuan pulang, Ama menelpon supaya saya menunggu di tempat daftar ulang. Dia akan menyusul. Saya wanti-wanti supaya dia nggak pake motor lagi. Yah repot deh, muter balik lagi menuju sekolah. Tapi, nggak apa-apa deh repot... yang penting Ama selamat.


mana Ama mana Kiki ayo... *Mamanya aja suka ketuker*



0 Comments